Rabu, 28 Juli 2010

GELIAT MADRASAH



Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 19 Jakarta yang berasal dari Kelas Jauh MAN 10, bagaikan bayi jenius yang memperlihatkan tanda-tanda ketidakpuasan untuk selalu mencari dan menggapai cita-cita yang lebih tinggi dan luhur. Tanda-tanda itu terlihat dalam suasana Rapat Kerja yang dilaksanakan pada tanggal 8 Juli 2010.
Madrasah yang baru melepaskan diri dari induknya mulai tahun ajaran 2009/2010 terus mencari identitas diri sesuai tuntutan Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) – sebagai perwujudan dari Otonomi Pendidikan – memberi peluang bagi madrasah untuk membangun identitas sendiri. Kondisi ini juga dipacu oleh prestasi siswa dan perekonomian keluarganya.
Prestasi siswa yang lulus murni (UN Tahap 1) mendapatkan nilai yang membanggakan. Sebanyak 68 siswa lulusan pertama meraih nilai rata-rata 6,95 dengan rincian (rata-rata per mata ujian): Bahasa Indonesia 7,16; Bahasa Inggris 6,15; Matematika 8,43; Ekonomi 7,35; Ilmu Pengetahuan Sosial 6,54; Geografi 6,08. Kemungkinan siswa melanjutkan pendidikannya ke jenjang lebih tinggi – berdasarkan pekerjaan orang tua/wali murid dan penghasilannya – tentu saja mejadi pertimbangan utama dalam menetapkan visi, misi dan kurikulum madrasah.
Jumlah siswa tahun ajaran 2010 – 2011 sebanyak 231 orang umumnya berasal dari keluarga ekonomi menengah ke bawah, seperti pada tabel:
Pekerjaan (%)
Penghasilan (%)
PNS
4,8
>Rp2.000.000
4,8
Karyawan Swasta
21,2
Rp1 - 2 juta
25,5
Wirausaha
30,7
Rp0,5 – 1 juta
16,9
Buruh
37,7
13,0
Lainnya
5,6
Tidak Tetap
39,8
  
MAN 19 sadar akan tanggung jawabnya terhadap masa depan peserta didiknya. Dia tidak rela kalau muridnya kelak mejadi ‘pengangguran terdidik’ yang pada gilirannya menyusahkan keluarga dan masyarakat. Untuk itu MAN 19 bertekad untuk: “Mengembangkan kemandirian, inovasi dan kreatifitas siswa melalui proses pembelajaran”.
Memang tidak mudah bagi MAN 19 untuk mewujudkan impiannya ditengah keterbatasan sarana dan prasarana. Dia memerlukan laboratorium bahasa, laboratorim fisika, perpustakaan, teknik informatika (IT) dan keterampilan yang sekarang masih berupa ruang kosong.
Masjid tidak hanya berfungsi sebagai laboratorium pendidikan agama dan keterampilan, juga sebagai sarana komunikasi dengan masyarakat sekitar, memang sudah dalam perencanaan untuk dibangunan.
Masjid - dalam arti sempit - sebagai tempat ibadah, tidak berlaku bagi sebuah kampus pendidikan. Dalam sebuah kampus, masjid mempunyai arti luas. Masjid adalah media, alat dan sarana pendidikan. ‘Semua berbicara’ kata Bobbi dePotter dalam bukunya Quantum Learning. Fungsi masjid sebagai lembaga dakwah, pendidikan dan pembelajaran layaknya pada zaman Rasul dan para sahabat tampaknya sudah menjadi pertimbangan MAN 19.  
Kini, tinggal kemauan bersama – instansi pembina (Depag/Diknas/Pemda), Cendikiawan, pemimpin masyarakat, tokoh agama, pengusaha dan masyarakat – untuk mewujudkan kemauan itu. Kita tidak mungkin menyerahkan semua itu kepada pihak madrasah (Staf madrasah dan Komite) karena peserta didik adalah putra/putri kita dan aset masa depan bangsa dan negara.
‘Jangan tinggalkan keturunanmu dalam keadaan lemah’ perintah Allah Swt. dalam Al-Qur’an. Kata “lemah” di sini bukan dalam bentuk materi. Meninggalkan warisan dalam bentuk harta yang melimpah justru dapat membawa putra/putri kita pada petaka. Dapat menjauhkan mereka dari jalan agama. Jika hal ini yang terjadi, siapakah yang bertanggungjawab?
ﻘﻭااﻨﻔﺴﻜﻡ ﻭاﻫﻠﻴﻜﻡﻨﺎﺭا
‘Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka’
Cukuplah orientasi pendidikan kita untuk hanya mendambakan kecerdasan inteletual (IQ). Menciptakan anak didik sebagai gudang ilmu. Kita telah lama meninggalkan pendidikan karakter (akhlak) dan pendidikan kecakapan hidup (lifeskill) dan hasilnya telah dirasakan bersama. Baca...
Sudah saatnya pandangan diarahkan ke madrasah. Lembaga pendidikan yang dirintis dan diperjuangkan oleh para Ulama dan cendikiawan Islam. Madrasah memiliki arah dan sistim sendiri yang berbeda dari pendidikan warisan penjajah Belanda yang khusus untuk menciptakan tenaga kerja (buruh/karyawan).
Geliat madrasah merupakan kilas balik dari kekisruhan pendidikan yang ditandai dengan hasil-hasilnya (baca: out-put dan out-come). Pendidikan madrasah merupakan kelanjutan dari sistim Pendidikan Islam. Pendidikan yang di awali pada zaman Rasulullah Saw. Pendidikan yang lebih terfokus kepada pendidikan akhlak (karakter) dan pendidikan kecakapan hidup (lifeskill).
Perobahan madrasah diawali dengan perobahan sistem dan kurikulum Pendidikan Nasional. Sejak itu, Madrasah bukan lagi lembaga pendidikan agama dengan segala kemandiriannya. Tetapi madrasah adalah lebaga pendidikan (sekolah) bercirikan agama Islam. Dengan demikian, pembeda antara madrasah dengan sekolah hanya terletak pada ‘Mata Pelajaran Agama Islam’. Dari segi kesetaraan, madrasah diakui sama dengan sekolah, tetapi dari segi kurikulum madrasah memiliki beban lebih banyak. Akibatnya, madrasah dipaksa untuk menyelesaikan target kurikulum jika tidak mau tertinggal dari sekolah. Jadilah strategi pembelajaran memiliki arti sebagai ‘mentransfer ilmu kepada peserta didik’.
Arti pembelajaran sebagai ‘mengajar peserta didik bagaimana cara belajar yang baik’ yang dilaksanakan di Pesanteren dan madrasah sejak berabad-abad menjadi hilang. Kini saatnya madrasah kembali kepada jatidirinya. Sebagai lembaga pendidikan akhlak (karekter) dan pendidikan kecakapan hidup (lifeskill) untuk menciptakan siswa mandiri dan memiliki semangat ‘belajar seumur hidup’   
Gelombang ‘kembali ke madrasah’ seperti pada awal reformasi (tahun 1998 – 2000) sulit diraih kembali selama madrasah belum mampu menjawab tuntutan dan memenuhi harapan masyarakat. Madrasah harus berbenah. Madrasah harus kembali ke jati dirinya sebagai lembaga pendidikan berbasis masyarakat.
Kepedulian bersama amat dibutuhkan, demi masa depan generasi muda untuk pembangunan bangsa dan negara.   
                                             Drs. Barkat Guna Harahap, Kepala MAN 19
                                             Siswa MAN 19 Menuju masa depan mandiri
                                             Penulis saat presentasi tentang KTSP
                                              Guru-guru siap dengan perkembangan teknologi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar